TEORI BELAJAR
KOGNITIF :
TEORI PIAGET DAN TEORI VYGOTSKY
TEORI PIAGET DAN TEORI VYGOTSKY
Konsep belajar kognitif
berbeda dengan konsep belajar behavior, konsep belajar kognitif lebih
mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Para penganut aliran
kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan anatra
stimulus dan respon. Model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori
belajar yang sering disebut sebagai model perceptual. Konsep ini berpandangan
bahwa belajar merupakan suatu prosese internal yang mencakup ingatan, retensi,
pengolahan informasi, emosi dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan
proses proses berpikir yang sangat kompleks. Proses belajar terjadi antara lain
mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur
kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk di dalam pikiran seseorang
berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Dalam praktek
pembelajaran, konsep kognitif antara
lain tampak dalam rumusan-rumusan seperti :
A. Teori Belajar Piaget
1.
Konsep perkembangan Piaget
Piaget adalah
seorang tokoh psikologi kognitif yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan
pemikiran para pakar kognitif lainnya. Menurut Piaget, perkembangan kognitif
merupakan suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan
system saraf. Piaget tidak melihat perkembangan
kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefenisikan secara kuantitatif. Ia
menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan
berbeda pula secara kualitatif.
Bagaimana
seseorang memperoleh kecakapan intelektual, pada umumnya akan berhubungan
dengan proses mencari keseimbangan antara apa yang mereka rasakan dan mereka
ketahui pada satu sisi dengan apa yang mereka lihat suatu fenomena baru sebagai
pengalaman atau persoalan. Bila seseorang dalam kondisi sekarang dapat
mengatasi situasi baru, keseimbangan mereka tidak akan terganggu. Jika tidak,
ia harus melakukan adaptasi dengan dengan lingkungannya.
Proses adaptasi
mempunyai dua bentuk dan terjadi secara simultan, yaitu asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi adalah proses perubahan apa yang dipahami sesuai dengan
struktur kognitif yang ada sekarang, sementara akomodasi adalah proses
perubahan struktur kognitif sehingga dapat dipahami. Dengan kata lain, apabila
individu menerima informasi atau pengalaman baru maka informasi tersebut akan di modifikasi
sehingga cocok dengan struktur kognitif yang dipunyainya. Proses ini disebut
asimilasi. Sebaliknya, apabila struktur
kognitif yang sudah dimilikinya yang harus disesuaikan dengan informasi yang
diterima, maka hal ini disebut akomodasi.
Asimilasi dan
akomodasi akan terjadi apabila seseorang mengalami konflik kognitif atau suatu
ketidak seimbangan antara apa yang telah diketahui dengan apa yang dilihat atau yang dialaminya sekarang. Proses ini
akan mempengaruhi struktur kognitif. Menurut Piaget, proses belajar akan
terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi
(penyeimbnagan).
Agar seseorang
dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuannya sekaligus menjaga
stabilitas mental dalam dirinya, maka diperlukan proses penyeimbangan. Proses
penyeimbangan yaitu menyeimbangkan antara lingkungan luar dengan struktur
kognitif yang ada dalam dirinya. Proses inilah yang disebut ekuilibrasi.
Sebagaimana dijelaskan
diatas, proses asimilasi dan akomodasi mempengaruhi struktur kognitif.
Perubahan struktur kognitif merupakan fungsi dari pengalaman, dan kedewasaan
anak terjadi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu. Menurut Piaget, proses
belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangan sesuai
dengan umurnya. Pola dan tahap-tahap ini bersifat hirarkhis. Piaget membagi
tahap-tahap perkembnagan kognitif ini menjadi empat yaitu:
a.
Tahap Sensosimotor (umur 0 – 2 tahun)
Pertumbuhan
kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan pesepsinya yang sederhana. Ciri
pokok perkembangannya berdasarkan tindakan, dan dilakukan langkah demi langkah
b.
Tahap Preoperasional (umue 2-7/8 tahun)
Ciri
pokok perkembangan pada tahap ini adalah pada penggunaan symbol atau bahasa
tanda, dan mulai berkembnagnya konsep-konsep intuitif.
c.
Tahap Operasional Konkrit (umur 7 atau 8 -11 atau 12
tahun)
Ciri
pokok pada tahap perkembangan ini adalah anak sudah mulai menggunakan
aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekelan.
Anak telah memilki kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat
konkrit. Operation adalah suatu tipe tindakan untuk memanipulasi objek atau
gambaran yang ada di dalam dirinya. Karenanya kegiatan ini memerlukan proses
transformasi informasi ke dalam dirinya sehingga tindakannya lebih efektif.
d.
Tahap Operasional Formal ( umur 11-/12-18 tahun)
Ciri
pokok pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan
menggunakan pola berpikir “kemungkinan”. Model berpikir ilmiah dengan tipe hipothetico-deduvtive dan inductive sudah mulai dimiliki anak,
dengan kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesa.
Proses belajar yang dialami seorang
anak pada tahap sensosri motor tentu akan berbeda dengan proses belajar yang
dialami oleh seorang anak pada tahap preoperasional, dan akan berbeda pula
dengan mereka yang sudah berada pada tahap operasional formal. Secara umum,
semakin tinggi tahap perkembngan kognitif seseorang akan semakin teratur dan
semakin abstrak cara berpikirnya. Guru seharusnya memahami tahap-tahap
perkembangan kognitif para muridnya agar dalam merancang dan melaksanakan
proses pembelajarannya sesuai dengan tahap-tahap tersebut. Pembelajaran yang
dirancang dan dilaksaknakan tidak sesuai dengan kemampuan dan karakteristik
siswa tidak aka nada mknanya bagi siswa.
2.
Aplikasi teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran
Kebebasan dan
keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan , agar
belajar lebih bermakna bagi siswa, sedangkan kegiatan pembelajarannya mengikuti
prinsip-prinsip sebagai berikut :
1)
Siswa bukan sebagai orang dewasa yang muda dalam proses
berpikirnya, mereka mengalami perkembnagan kognitif melalui tahap-tahap
tertentu.
2)
Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat
belajar dengan baik, terutama jika menggunakan benda-benda konkrit .
3)
Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat
dipentingkan, karena hanya dengan mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan
akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
4)
Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar
perlu mengkaitkan pengalaman atau informasi baru dengan struktur kognitif yang
telah dimiliki si belajar.
5)
Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran
disusun dengan menggunakan pola atau
logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.
6)
Belajar memahami akan lebih bermakan dari pada belajar
menghafal.
7)
Adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu
diperhatikan. Karena factor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.
Langkah-langkah pembelajaran menurut Piaget:
1)
Menentukan tujuan pembelajaran
2)
Memilih materi pelajaran
3)
Menentukan topic-topik yang daoat dipelajari siswa
secara aktif
4)
Menentukan kegiatan belajar yang sesuai untuk
topic-topik tersebut
5)
Mengembnagkan metode pembelajaran untuk merangsang
kreatifitas dan cara berpikir Siswa
B. Teori Belajar Vygotsky
1. Konsep Perkembangan Vygotski
Pandangan yang mampu mengakomodasi sociocultrasl –revolution dalam teori belajar dan pembelajaran oleh
Lev Vygotsky. Ia mengatakan bahwa jalan fikiran seseorang harus dimengerti dari
latar social-budaya dan sejarahnya. Artinya, untuk memahami pikiran seseorang
bukan dengan cara menelusuri apa yang ada dibalik otaknya dan pada kedalaman
jiwanya, melainkan dari asal usul tindakan sadarnya, dari interaksi social yang
dilatri oleh sejarah hidupnya. Peningkatan fungsi-fngsi mental seseorang
berasal dari kehidupan social atau kelompoknya, dan bukan dari individu itu
sendiri. Interaksi social demikian antara lain berkaitan erat dengan
aktivitas-aktivitas dan bahasa yang dipergunakan. Kunci utama untuk memahami
proses-proses social psikologis manusia adalah tanda-tanda atau lambing yang
berfungsi sebagai mediator. Tanda-tanda atau lambing tersebut merupakan produk
dari lingkungan sosio cultural dimana seseorang berada.
Mekanisme teori yang digunakannya untuk menspesifikasi
hubungan antara pendekatan sosio cultural dan pemfungsian mental didasarkan
pada tema mediasi semiotic, yang artinya adalah tanda-tanda atau lambing-lambang
beserta makna yang terkandung di dalamnya brfungsi sebagai penengah antara
rasionalitas dalam pendekatan sosiokultral dan manusia sebagai tempat
berlangsungnya proses mental.
Atas dasar pemikiran Vygotsky, Moll dan Greenberg melakukan
studi etnografi dan menemukan adanya jaringan-jaringan erat, luas dan kompleks
di dalam dan diantara keluarga-keluarga. Jaringan-jaringan tersebut berkembang
atas dasar confianza yang membentuk
kondisi social sebagai tempat penyebaran dan pertukaran pengetahuan, keterampilan,
dan nilai-nilai social budaya. Anak-anak memperoleh berbagai pengetahuan dan
keterampilan melalui interaksi social sehari-hari. Mereka terlibat secara aktif
dalam interaksi social dalam keluarga untuk memperoleh dan juga menyebarkan
pengetahuan-pengetahuan yang telah dimiliki. Ada suatu kerja sama diantara
anggota keluarga dalam interaksi tersebut.
Menurut Vygotsky, perolehan pengetahuan dan perkembangan
kognitif seseorang seturut dengan teori sociogenesis.
Dimensi kesadaran social bersifat primer, sedangkan dimensi individualnya
bersifat derivative atau merupakan turunan dan bersifat sekunder. Artinya,
pengetahuan dan perkembangan kognitif individu berasal dari sumber-sumber
social di luar dirinya. Hal ini tidak berarti bahwa individu bersikap pasif
dalam perkembangan kognitifnya, tetapi vygotsky juga menekankan pentingnya
peran aktif seseorang dalam mengkonstruksi pengetahuannya.
Konsep-konsep penting teori sosiogenesis Vygotsky tentang
perkembangan kognitif yang sesuai dengan revousi-sosiokultural dalam teori
belajar dan pembelajaran adalah hokum genetic tentang perkembangan (genetc law of development) zona
perkembangan proksimal (Zone of Proximal
development) dan mediasi.
a.
Hukum
Genetik Tentang Perkembangan (Genetic Law
of development)
Menurut Vygotsky, setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan
berkembang melewati dua tataran, yaitu tataran social tempat orang-orang
membentuk lingkungan sosialnya (dapat dikategorikan sebagai interpsikologis
atau intermental), dan tataran psikologis di dalam dir I orang yang
bersangkutan (dapat dikategorikan sebagai intrapsikologs atau intramental).
Pandangan teori ini menempatkan intermental atau lingkungan social sebagai
factor primer dan konstitutif terhadap pembentukan pengetahuan serta
perkembangan kognitif seseorang. Dikatakan bahwa fungsi-fungsi mental yang
lebih tinggi dalam diri seseorang akan muncul dan berasal dari kehidupan
sosialnya. Sementara itu fungsi intramental dipandang sebagai derivasi atau
keturunan yang tumbuh atau terbentuk melalui penugasan dan internalisasi
terhadap proses-proses social tersebut.
b.
Zona
Perkembangan Proksimal (Zone of Proximal
Development/ZPD)
Konsep Zona Perkembangan Proksimal (zone of proximal
development) dikemukakan oleh Lev Vygotsky. Menurutnya, perkembangan kemampuan
seseorang dapat dibedakan ke dalam dua tingkat, yaitu tingkat perkembangan
aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual tampak
dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan
berbagai masalah secara mandiri. Ini disebut sebagai kemampuan intramental.
Sedangkan tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk
menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika di bawah bimbingan
orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten.
Ini disebut kemampuan intermental. Jarak antara keduanya, yaitu tingkat
perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial ini disebut zona perkembangan proksimal.
Zona perkembangan proksimal diartikan sebagai
fungsi-fungsi atau kemampuan-kemampuan yang belum matang yang masih berada pada
proses pematangan. Perkembangan ini akan menjadi matang melalui interaksinya
dengan orang dewasa atau kolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten.
Zona perkembangan proksimal dipandang sebagai perancah atau batu loncatan untuk
mencapai taraf perkembangan yang semakin tinggi.
Gagasan Vygotsky tentang zona perkembangan proksimal ini mendasari
perkembangan teori belajar dan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas dan
mengoptimalkan perkembangan kognitif anak. Beberapa konsep kunci yangperlu
dicatat adalah bahwa perkembangan dan belajar bersifat interdependen atau
saling terkait, perkembangan kemampuan seseorang bersifat tidak dapat
dipisahkan dari konteks sosial, dan sebagai bentuk fundamental dalam belajar
adalah partisipasi dalam kegiatan sosial.
Berpijak pada konsep zona perkembangan proksimal,
maka sebelum kemampuan intramental terbentuk anak perlu dibantu dalam proses
belajarnya. Orang dewasa dan/atau teman sebaya yang lebih kompeten perlu membantu
dengan berbagai cara seperti memberikan contoh, feedback, menarik kesimpulan dan sebagainya dalam rangka
perkembangan kemampuannya.
c.
Mediasi
Menurut Vygotsky, kunci utama untuk memahami proses-proses
social dan psikologis adalah tanda-tanda atau lambing-lambang yang berfungsi
sebagai mediator. Tanda-tanda atau lambing-lambang tersebut merupakan produk
dari lingkungan sosio-kultural dimana seseorang berada. Semua perbuatan atau
proses psikologis yang khas manusiawi dimediasikan dengan psychological tools atau alat-alat psikologis berupa bahasa, tanda
dan lambing, atau semiotika.
Dalam kegiatan pembelajaran, anak dibimbing oleh orang dewasa
atau oleh teman sebaya yang lebih kompetensi untuk memahami alat-alat semiotic
ini. Anak memahami proses internalisasi yang selanjutnya alat-alat ini
berfungsi sebagai mediator bagi proses-proses psikologis lebih lanjut dalam
diri anak. Mekanisme hubungan antara pendekatan sosiokultural dan fungsi-fungsi
mental didasari oleh tema mediasi semiotic, artinya tanda-tanda atau
lambing-lambang beserta makna yang terkandung di dalamnya berfungsi sebagai
penghubung antara rasionalitas sosio-kultural (intermental) dengan individu
sebagai tempat berlangsungnya proses mental (intramental). Ada beberapa elemen
yang dikemukakan oleh Bakhtin untuk memperluas pendapat Vygotsky. Elemn-elemen
tersebut berada dalam batasan sejarah, kelembagaan, budaya dan factor-faktor
individu.
Ada dua jenis mediasi, yaitu mediasi metakognitif dan mediasi
kognitif. Mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat semiotic yang bertujuan
untuk melakukan self-regulation atau
regulasi diri, meliputi self-planning,
self-monitoring, self-checking, dan self-evaluating.
Mediasi metakognitif ini berkembang dalam komunikasi antar pribadi. Selama
menjalani kegiatan bersama, orang dewasa atau teman sebaya yang lebih kompeten
biasa menggunakan alat-alat semiotic tertentu untuk membantu mengatur tigkah
laku anak. Selanjutnya anak akan menginternalisasikan alat-alat semiotic ini
untuk dijadikan sarana regulasi diri.
Mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat
kognitif untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu
atau subject-domain proble. Mediasi
kognitif bisa berkaitan dengan pengetahuan dengan konsep spopntan (yang bisa
salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjaminp deklaratif (declarative knowledgme) yang kurang memadai untuk memecahkan
berbagai persoalan, dan pengetahuan procedural berupa metode atau strategi
untuk memmecahkan masalah. Menurut Vygotsky, untuk membantu anak mengembangkan
pengetahuan yang sungguh-sungguh bermakna, dengan cara memadukan antara
konsep-konsep dan prosedur melalui demonstrasi dan praktek.
Berdasarkan
pada teori Vygotsky di atas, maka akan diperoleh keuntungan jika:
a.
Anak memperoleh kesempatan yang luas untuk
menegmbangkan zona perkembangan proksimalnya atau potensinya melalui belajar
dan berkembang.
b.
Pembelajaran perlu lebih dikaitkan dengan tingkat
perkembangan potensialnya dari paad tingkat perkembangan aktualnya.
c.
Pembelajaran lebih diarahakn pada penggunaan strategi
untuk mengembngkan kemampuan intermentalnya dari pada kemampuan intramentalnya.
d.
Anak diberi kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan
pengetahuan deklaratif yang telah dipelajarnya dengan pengetahuan procedural
yang dapat digunakan untuk melakuakan tugas-tugas dan memecahkan masalah.
e.
Proses belajar dan pembelajaran tidak sekedar bersifat
transferal tetapi lebih merupakan kokonstruksi,
yaitu suatu proses mengkonstruksi pengetahuan atau makna baru secara
bersama-sama semua pihak yang terlibat di dalamnya.
2. Aplikasi Konsep Zona Perkembangan Proksimal
dalam Proses Pembelajaran
Pada setiap
perencanaan dan implementasi pembelajaran perhatian guru harus dipusatkan
kepada kelompok anak yang tidak dapat memecahkan masalah belajar sendiri. Yaitu
mereka yang hanya dapat solve problem
with help. Guru perlu menyediakan berbagai jenis dan tingkatan bantuan (helps) yang dapat memfasilitasi anak
agar mereka dapat memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Bantuan-bantuan
tersebut dapat dalam bentuk pemberian contoh-contoh, petunjuk atau pedoman
mengerjakan, bagan/alur, langkah-langkah, atau prosedur melakukan tugas,
pemberian balikan, dan sebagainya.
Bimbingan
atau bantuan dari orang dewasa atau teman yang lebih kompeten sangat efektif
untuk meningkatkan produktifitas belajar. Bantuan-bantuan tersebut tentunya
harus sesuai dengan konteks
sosio-kultural atau karakteristik anak.
Kelompok
anak yang cannot solve problem
meskipun telah diberikan berbagai bantuan, perlu diturunkan ke kelompok yang lebih
rendah kesiapan belajarnya sehingga setelah diturunkan, mereka juga berada pada
zone of proximal development nya
sendiri, dan oleh karena itu mereka siap memanfaatkan bantuan yang disediakan.
Sedangkan kelompok yang telah mampu menyelsaikan masalah secara mandiri harus
ditingkatkan tuntutannya, sehingga tidak perlu membuang-buang waktu dengan
tagihan belajar yang sama bagi kelompok anak yang ada dibawahnya.
izin save
ReplyDeleteSIlahkan.
Delete