Kontribusi

Setiap klik iklan yang ada pada blog, berarti anda sudah turut berkontribusi dalam pengembangan blog ini

Saturday 18 April 2020

Aku Yang Masih Harus Terus Belajar Bersedekah Dengan Tulus

Minggu, 23 Februari 2020

      Pagi hari jam 8 kurang 15 kami berempat sudah siap berangkat, tentunya menggunakan motor berboncengan 4 dengan 2 putri kami. Motornya ukuran kecil, hanya revo. Tapi ada kebahagiaan ketiga pergi bersama meskipun harus bersempit-sempitan. 
      Aku dan suamiku kebetulan sama-sama punya agenda, tapi bukan agenda yang sama. Kami berdua sama2 bertugas menyiapkan absen, tapi untuk acara yang berbeda. Sangat disayangkan, printer sedang rusak dan masih di tempat service center, baru selesai hari selasa nanti. Jadi, kami pergi ke foto copyan yang ada jasa printnya sekalian. Aku juga harus membeli lauk makan siang, karena acaraku nanti sampai sore dan gak dapat anggaran untuk makan siang. Jadi diputuskan pergi ke jasa print yang berdekatan dengan D'Besto untuk membeli ayam goreng, karena nasinya sudah bawa dari rumah. Tentunya yang tak jauh pula dari tempat dimana kami menjadi panitia.
       Selesai ngeprint dan beli ayam goreng, segera ke tempat acara dimana suamiku yang menjadi panitia. Karena acara tempatku masih jam 9 mulainya. Kami bertiga menunggu diluar gedung kegiatan. Setelah selesai acara pembukaan disini, kami diantar ke tempat kegiatanku. Putri kedua kami Erin, ikut denganku, putri pertama kami Anis ikut suami. Berbagi beban ya... Biar sama2 mengurus 1 anak, karena kami berdua tentunya akan sama2 repot dengan kepanitiaan. Sebenarnya pembagian yg tak cukup adil, karena suami ku membawa putri kami yang sudah 5 tahub lebih dan mudah diatur. Sedang aku membawa puti kami yang masih 10 bulan, dan sering rewel.
       Tepat jam 08.30 aku sampai di depan sebuah SD swasta yang gedung pertemuannya kami pakai untuk kegiatan. Acaraku masih lama, pagar SD masih tertutup. Aku berfikir belum ada panitia lain yang datang, jadi aku memutuskan untuk duduk-duduk di depan pagar. Baru sejenak duduk, ada seorang nenek yang sudah tua menawarkanku jualan yang dia bawa. Aku langsung menggeleng bilang enggak. Suamiku sudah kembali ke tempat acaranya. Kedua kalinya nenek itu menawarkan dagangannya kembali, aku masih menggeleng tidak. Aku berfikir untuk hemat, toh nanti di acara juga dapat kue.
       Nenek itu masih juga santai di depan pagar SD. Tepat ketika nenek itu mau beranjak, aku tersadar dengan ceramah yang kudengar tadi malam. Dialog antara Ustadz Abdul Somad dan AA Gym. Aa gym berkata yang intinya tercatat dalam benakku seperti ini "setiap yang datang kepada kita minta bantuan, itu merupakan kesempatan kebaikan yang diberikan oleh Allah, dan ia merasa berdosa kalau melewatkan kesempatan itu". Deg.... Jantungku berdetak teringat lagi dengan ilmu itu. Aku segera bergegas memanggil nenek itu dan mau membeli dagangannya. Sekarang aku menghampiri nenek itu yang tadinya dia menghampiri aku. Aku memberi uang Rp. 4.000,- dan nenek itu malah mau memberikan 5 buah jajanannya yang tadinya kutanya harganya Rp.1.000,-/pcs. Aku bilang "nggak usah nek, nanti rugi". Dimasukkannya ke pelastik 5 pcs, tapi aku balikkan ke keranjangnya. Ya Allah, malah nenek itu yang mau bersedekah ke aku.
       Aku akhirnya bertanya-tanya tentang usia nenek. Ternyata 1 tahun lagi usianya akan menginjak 80 tahun. Deg, kaget lagi aku. Kemana anak-anaknya membiarkan orang tuanya berjualan. Setelah aku tanya-tanya lagi ternyata yang buat kuenya cucunya. Oh mungkin nenek ini tipe orang tua yang ga bisa diam, maunya bekerja terus. Nenek itu bercerita dia tinggal dengan keluarganya. Tapi terakhirnya aku mengerti ternyata anak dan cucunya bukanlah anak dan cucu kandung, tetapi keponakannya. Nenek tidak punya anak, karena dia tidak menikah. Tapi dari cerita nenek, sepertinya keluarga tetap peduli dengannya. Dia seperti tipe nenek pekerja keras. Aku juga melihat ada yang turun dari motor, menyalami nenek dan memberikan uang untuk jajan, dan nenek tersebut bilang itu cucu menantu dan cicit-cicit.
      Hari ini aku banyak sekali belajar. Usia tua tidak boleh memudarkan semangat untuk tetap bekerja keras, meskipun kita mungkin pas-pasan tetap harus berbagi. Tidal boleh tergantung dengan orang lain, seperti nenek ini meskipun keluarganya tetap mau membiayainya, tapi dia tetap bekerja untuk menjemput rejekinya sendiri.
      Malamnya saat di rumah, aku bercerita tentang nenek tersebut ke suami. Suamiku bertanya, "kenapa gak dilebuhkan aja uangnya mi?" Ya Allah aku lupa, koq gak kefikiran ya.

Senin, 24 Februari 2020
      Hari ini, aku ikut suami ke pasar baru, lebih tepatnya ke tamim. Suami mau membeli bahan, tapi aku dan kedua anakku menunggu di tangga pasar baru. Soalnya gak sanggup keliling bawa 2 bocah ini.
      Kami duduk-duduk di tangga bersama beberapa orang lain yang juga duduk2, entah melepas penat setelah belanja atau ada yang ditunggu juga seperti kami. 
      Aku memperhatikan ada seorang bapak pengemis yang duduk juga, dan meletakkan ember kecil untuk menampung uang disampingnya. Kulihat iya merokok. Aku sangat illfeel kalau melihat  pengemis yang merokok, rasanya hal tersebut bisa menutup nurani sedekahku. Setelah itu kulihat2 lagi, dia mengeluarkan hp androidnya, terlihat seperti hp bagus. Dalam hati aku bergumam apa iya dia layak disedekahi??
Namun tak lama berselang, ada seorang ibu memberi pengemis itu 1 kantong kresek makanan yang dibeli di mamang2 gerobak yang ada di sekitar kami duduk. Ibu itu tetap bersedekah walau dia melihat pengemis itu sedang merokok.
     Hanya persekian menit, Allah menjawab tanda tanya yang ada di hatiku kala itu. Aku memetik pelajaran dari kejadian ini, kalau mau bersedekah ya sedekah aja tidak perlu memberikan penilaian kepada orang yang mau kita sedekahi. Jika kita sedekah artinya kita telah melakukan kebaikan, siapapun penerima sedekah kita, kita akan dapat pahala. Jika tidak rela yang sedekah kita dibelikannya ke rokok, maka bisa mencontoh ibu tadi, beri dalam bentuk makanan. Aku harus belajar sedekah dengan tulus.
      Satu lagi pelajaran yang dapat kupetik, tetap berfikir positif. Mungkin hp itu dibelikan anaknya agar bisa berkomunikasi ataupun ada orang baik yang memberikannya, mungkin dia gak bisa kerja lagi atau bingung mau kerja apa dan hanya terfikir untuk mengemis. Aku mengatakan pada diriku, jangan menghakimi pengemis itu hanya karena melihat dia merokok dan punya hp bagus, karena sejatinya aku tidak mengenalnya.
      Aku juga teringat akan ceramah yang pernah kudengar. Pada zaman Rasulullah, ada seorang sahabat yang kesulitan ekonomi. Sehingga ia meminta sedekah kepada rasulullah, seperti sangat frustasi dan jalan yang terfikir hanya meminta sedekah. Pencerama itu juga mengatakan, kalau seseorang kesulitan ekonomi, bisa jadi dia sulit berfikir dan harus dibantu untuk berfikir. Seperti yang dilakukan rasulullah, beliau tidak langsung memberi sedekah tetapi bertanya apa yang ada di rumahmu. Sahabat tersebut menjawab hanya ada kain. Kemudian rasulullah memintanya membawa kain itu, lalu rasulullah menawarkan kain itu kepada sahabat yang lain untuk dibeli. Akhirnya kain tersebut diberikan kepada sahabat yang menawar dengan harga paling tinggi. Lalu rasulullah memberikan uang kepada sahabat yang terkena masalah ekonomi itu, beliau memintanya untuk membeli makanan untuk keluarganya dan kapak dari uang tersebut. Kapak beliau maksudkan untuk memberinya ide usaha yaitu mencari kayu bakar dan menjualnya. Akhirnya masalah ekonomi sahabat tersebut terpecahkan dan keluarganya tidak kelaparan lagi.

No comments:

Post a Comment