Kontribusi

Setiap klik iklan yang ada pada blog, berarti anda sudah turut berkontribusi dalam pengembangan blog ini

Thursday 9 August 2018

Tidak pintar bukan berarti tidak bisa

     Setiap anak yang lahir punya keunikan tersendiri, yang terkadang orang tuapun belum bisa menemukan keunikan tersebut. Ada yang punya kelebihan di bidang A, tetapi kelemahan di bidang B ataupun sebaliknya, punya kelemahan di bidang A, tetapi punya kelebihan di bidang B.
         Beberapa orang tua mengecek tingkat kecerdasan anaknya melalui test IQ. Apakah setiap anak bisa di test dengan test IQ. Aku yang tidak begitu ahli dengan test ini mungkin mengatakan bisa. Tapi apakah berlaku umum untuk setiap anak? Mungkin para pakar psikologi lebih memahami soal ini.
         Hanya yang aku tahu, test IQ ini juga banyak faktor yang mempengaruhi katanya. Jika anak bergadang, bisa jadi IQ nya turun, karena daya konsentrasinya melemah. Ah ini mungkin juga bisa terjadi. Tapi satu hal yang aku yakini adalah, ketika seorang anak sulit untuk memahami sesuatu, jika ia bersungguh-sungguh mempelajarinya, maka ia akan bisa mencapai pemahamannya.
          Beberapa kali aku menemukan siswaku yang memiliki kesulitan memahami pembelajaran yang aku berikan, sedangkan teman-temannya yang lain dengan mudah memahaminya. Dengan bekal kuliah yang pernah aku dapatkan, anak-anak seperti ini butuh bimbingan khusus. Pernah beberapa kali aku mencoba mengajari mereka secara personal di luar jam pelajaran. Ternyata anak-anak seperti ini butuh penjelasan yang pelan-pelan, bahkan harus menggunakan tekhnik-tekhnik tertentu untuk membuat mereka paham. Tapi setelah dengan kerja keras, akhirnya mereka bisa memahaminya. Memang butuh proses yang panjang dan butuh waktu yang lama. 
        Seorang anak dengan kemampuan mencerna yang lebih lambat akan kesulitan jika menjalani pembelajaran dengan teman-teman yang cepat tanggap, karena guru akan menganggap pelajaran sudah diberikan dan anak-anak paham, padahal ada satu atau dua orang yang belum mengerti. Anak-anak seperti ini butuh pembelajaran dengan metode baru, aku menyebutnya "one student one teacher (OSOT)". Lucu juga singkatannya OSOT. Dan anak-anak seperti ini pula ada kemungkinan tidak bisa mengejar seluruh kurikulum yang diwajibkan oleh pemerintah dalam waktu yang sama, karena butuh waktu belajar yang lebih lama. Untuk anak-anak yang seperti ini sebaiknya orang tua mencari tahu benar-benar yang menjadi kelebihan anaknya, sehingga bisa dioptimalkan kelebihan tersebut. Dan untuk mengejar ketertinggalan pemahaman siswa terhadap pelajaran, sebaiknya orang tua harus berperan aktif dalam mendidik anak tersebut.

No comments:

Post a Comment