KONSEP PSIKOLOGI BELAJAR DAN APLIKASINYA DALAM PROSES PEMBELAJARAN;
BEHAVIOR, KOGNITIF, ZPD
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Psikologi belajar adalah sebuah frase yang terdiri dari dua kata, yaitu psikologi dan belajar. Psikologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi, secara harfiah psikologi berarti ilmu tentang jiwa atau ilmu jiwa. Sedangkan belajar itu sendiri secara sederhana dapat diberi defines sebagai aktivitas yang dilakukan individu secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari apa yang telah dipelajari dan sebagai hasil dari interaksinya dengan lingkungan sekitarnya. Aktivitas disini dipahami sebagai serangkaian kegiatan jiwa raga, psikofisik, menuju ke perkembangan pribadi individu seutuhnya, yang menyangkut unsure cipta (kognitif), rasa (afektif), dan karsa (psikomotor).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa psikologi belajar adalah sebuah disiplin psikologi yang berisi teori-teori psikologi mengenai belajar, terutama mengupas bagaimana cara individu beajar atau melakukan pembelajaran. (Djamarah, 2008: 1-3)
Psikologi belajar sebagai sebuah disiplin ilmu yang merupakan cabang dari psikologi, yang kajiannya dikhususkan pada masalah belajar, maka psikologi belajar memiliki ruang lingkup disekitar masalah belajar. Hal ini sangat erat kaitannya dengan teori-teori belajar. Adapun teori-teori belajar yang kita kenal saat ini seperti teori belajar Behaviour, Kognitif, Teori Konstruktivistik, teori Humanistik, Sibernetik, teori belajar Revolusi-Sosiokultural, teori Kecerdasan ganda, dan lain-lain.
Pada makalah ini, kajian penulis fokuskan kepada teori belajar Behaviour, Teori belajar Kognitif dan Zone of Proximal Development (ZPD). Oleh karena itu penulis mengangkat judul “Konsep Psikologi Belajar dan Aplikasinya dalam Proses Pembelajaran; Konsep Behaviour, Kognitif dan Zone of Proximal Development (ZPD).”
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan konsep belajar behavior dan bagaimana aplikasinya dalam proses pembelajaran?
2. Apakah yang dimaksud dengan konsep belajar kognitif dan bagaimana aplikasinya dalam proses pembelajaran?
3. Apakah yang dimaksud dengan konsep belajar zpd (zone of proximal development dan bagaimana aplikasinya dalam proses pembelajaran?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahu konsep belajar behavior dan aplikasinya dalam proses pembelajaran
2. Mengetahu konsep belajar kognitif dan aplikasinya dalam proses pembelajaran
3. Mengetahu konsep belajar zpd (zone of proximal development) dan aplikasinya dalam proses pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Belajar Behavior dan Aplikasinya dalam Proses Pembelajaran
2.1.1 Pengertian Belajar Menurut Pandangan Teori Behavior
Menuru teori behavior, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang telah dianggap belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Menurt teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau otput yang berupa respon.
Menurut teori behavior, apa yang terjadi diantara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respons. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus), dan apa saja yang dihasilkan siswa (respons), semuanya harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran bihavioristik adalah factor penguatan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) responpun akan tetap dikuatkan. Jadi penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan terjadinya respons.
2.1.2 Teori-Teori Belajar Behavior Menurut Ahli
1. Teori Belajar Menurut Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
2. Teori Belajar Menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati.
Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur. Asumsinya bahwa, hanya dengan cara demikianlah maka akan dapat diramalkan perubahan-perubahan apa yang dapat terjadi setelah seseorang melakukan tindakan belajar.
3. Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).
4. Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
5. Teori Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan memengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya memengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang memengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
· Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara;
· Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama;
· Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons
2.1.3 Aplikasi Teori Beavior dalam Kegiatan Pembelajarran
Aplikasi teori behavior dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti : tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan dlaksanakan berpijak pada teori behavior memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi , sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan kepada orang yang belajar atau siswa. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan.
Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berfikri yang dapat dianalisis dan dipilih, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berfikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut.
Karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia nyata telah terstruktur rapid an teratur, maka siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga belajar lebih banyak dikaikan dengan penegakkan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa adalah objek yang harus berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga control belajar harus dipegang oleh system yang berada dluar diri siswa.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavior ditekankan pada penambahan ilmu pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas mimetic, yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada keterampilan yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks / nuku wajib dengan penekanan pada keterampila mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hail belajar. Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test.
Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual
2.2 KonsepBelajar Kognitif dan Aplikasinya dalam Proses Pembelajaran
a. Pengertian Belajar Menurut Konsep Kognitif
Konsep belajar kognitif berbeda dengan konsep belajar behavior, konsep belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan anatra stimulus dan respon. Model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perceptual. Konsep ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu prosese internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses proses berpikir yang sangat kompleks. Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Dalam praktek pembelajaran, konsep kognitif antara lain tampak dalam rumusan-rumusan seperti :
b. Konsep perkembangan Piaget
Piaget adalah seorang tokoh psikologi kognitif yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan pemikiran para pakar kognitif lainnya. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan system saraf. Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai seseuatu yang dapat didefenisikan secara kuantitatif. Ia menyimpulkan bahwa daya piker atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.
Bagaimana seseorang memperoleh kecakapan intelektual, pada umumnya akan berhubungan dengan proses mencari keseimbangan antara apa yang mereka rasakan dan mereka ketahui pada satu sisi dengan apa yang mereka lihat suatu fenomena baru sebagai pengalaman atau persoalan. Bila seseorang dalam kondisi sekarang dapat mengatasi situasi baru, keseimbangan mereka tidak akan terganggu. Jika tidak, ia harus melakukan adaptasi dengan dengan lingkungannya.
Proses adaptasi mempunyai dua bentuk dan terjadi secara simultan, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses perubahan apa yang dipahami sesuai dengan struktur kognitif yang ada sekarang, sementara akomodasi adalah proses perubahan struktur kognitif sehingga dapat dipahami. Dengan kata lain, apabila individu menerima informasi atau pengalaman baru maka informasi tersebut akan di modifikasi sehingga cocok dengan struktur kognitif yang dipunyainya. Proses ini disebut asimilasi. Sebaliknya, apabila struktur kognitif yang sudah dimilikinya yang harus disesuaikan dengan informasi yang diterima, maka hal ini disebut akomodasi.
Asimilasi dan akomodasi akan terjadi apabila seseorang mengalami konflik kognitif atau suatu ketidak seimbangan antara apa yang telah diketahui dengan apa yang dilihat atau yang dialaminya sekarang. Proses ini akan mempengaruhi struktur kognitif. Menurut Piaget, proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi (penyeimbnagan).
Agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuannya sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya, amka diperlukan proses penyeimbangan. Proses penyeimbangan yaitu menyeimbangkan antara lingkungan luar dengan struktur kognitif yang ada dalam dirinya. Proses inilah yang disebut ekuilibrasi.
Sebagaimana dijelaskan diatas, proses asimilasi dan akomodasi mempengaruhi struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif merupakan fungsi dari pengalaman, dan kedewasaan anak terjadi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu. Menurut Piaget, proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangan sesuai dengan umurnya. Pola dan tahap-tahap ini bersifat hirarkhis. Piaget membagi tahap-tahap perkembnagan kognitif ini menjadi empat yaitu:
1) Tahap Sensosimotor (umur 0 – 2 tahun)
Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan pesepsinya yang sederhana. Ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan, dan dilakukan langkah demi langkah
2) Tahap Preoperasional (umue 2-7/8 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah pada penggunaan symbol atau bahasa tanda, dan mulai berkembnagnya konsep-konsep intuitif.
3) Tahap Operasional Konkrit (umur 7 atau 8 -11 atau 12 tahun)
Ciri pokok pada tahap perkembangan ini adalah anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekelan. Anak telah memilki kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkrit. Operation adalah suatu tipe tindakan untuk memanipulasi objek atau gambaran yang ada di dalam dirinya. Karenanya kegiatan ini memerlukan proses transformasi informasi ke dalam dirinya sehingga tindakannya lebih efektif.
4) Tahap Operasional Formal ( umur 11-/12-18 tahun)
Ciri pokok pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”. Model berpikir ilmiah dengan tipe hipothetico-deduvtive dan inductive sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesa.
Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensosri motor tentu akan berbeda dengan proses belajar yang dialami oleh seorang anak pada tahap preoperasional, dan akan berbeda pula dengan mereka yang sudah berada pada tahap operasional formal. Secara umum, semakin tinggi tahap perkembngan kognitif seseorang akan semakin teratur dan semakin abstrak cara berpikirnya. Guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif para muridnya agar dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajarannya sesuai dengan tahap-tahap tersebut. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksaknakan tidak sesuai dengan kemampuan dan karakteristik siswa tidak aka nada mknanya bagi siswa.
c. Konsep Belajar Menurut Bruner
Jerome Bruner (1966) adalah seorang pengikut setia teori kognitif, khususnya dalam studi perkembangan fungsi kognitif. Dalam memandang proses belajar, Bruner menekanakan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang disebut free discovery learning,ia mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Jika Piaget menyatakan bahwa perkembnagan kognitif sangat berpengaruh terhadap perkembangan bahasa seseorang, maka Bruner menyatakan bahawa perkembangan bahasa besar pengaruhnya terhadap perkembnagan kognitif.
Menurut Bruner perkembngan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu: enactive, iconic, dan symbolic.menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang dapat ditimgkatkan dengan cara menyusun materi pelajaran dan menyajikannya sesuai dengan tahap perkembangan orang tersebut.
Demikian juga model pemahaman konsep dari Bruner (dalam Dugeng, 1989), menjelaskan bahwa pembentukan konsep dan pemahaman konsep merupakamn dua kegiatan mengkategori yang berbeda yang menuntut proses berpikir yang berbeda pula. Seluruh kegiatan mengkategori meliputi mengidentifikasi dan menempatkan contoh-contoh ke dalam kelas dengan menggunakan dasar criteria tertentu. Dalam pemahaman konsep, konsep-konsep sudah ada sebelumnya, sedangkan dalam pembentukan konsep adalah sebaliknya, yaitu tindakan untuk membentuk kategori-kategori baru. Jadi merupakan tindakan penemuan konsep.
Menurut Bruner, pembelajaran yang selama ini diberikan di sekolah lebih banyak menekankan pada perkembangan kemampuan analisis, kurang mengembnagakan kemampuan berpikir intuitif. Padahal berpikir intuitif sangat penting bagi mereka yang menggeluti bidang matematika, biologi, fisika dan sebagainya, sebab setiap disiplin mempunyai konsep-konsep, prinsip dan prosedur yang harus dipahami sebelum seseorang dapat belajar. Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti , dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan.
d. Konsep Belajar Bermakna Ausubel
Struktur kognitif merupakan struktur organisasional yang ada dalam ingatan seseorang yang mengintegrasikan unsure-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah ke dalam suatu untit konseptua. Teori kognitif banyak memusatkan perhatiannya pada konsepsi bahwa perolehan dan retensi pengetahuan baru merupakan fungsi dari struktur kognitif yang telah di miliki siswa. Yang paling awal mengemukakan konsep ini adalah Ausubel. Dikatakan bawha pengetahuan diorganisasi dalam ingatan seseorang dalam struktur hirarkhis. Ini berarti bahwa pengetahuan yang lebih umum, inklusif, dan abstrak membawahi pengetahuan yang lebih spesifik dan konkrit. Demikian juga pengetahuan yang lebih umum dan abstrak yang diperoleh lebih dulu oleh seseorang, akan dapat memudahkan perolehan apengetahuan baru yang lebih rinci. Gagasannya mengenai cara mengurutkan materi pelajaran dari umum ke khusus, dari keseluruhan ke rinci yang sering disebut sebagai submative sequence menjadikan belajar lebih bermakna bagi siswa.
Advance organizer yang juga dikembangakan oleh Ausubel merupakan penerapan konsepsi tentang struktur kognitif di dalam merancang pembelajaran. Penggunaan Advance organizer sebagai kerangka isi akan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mempelajari informasi baru, karena merupakan kerangka dalam bentuk abstraksi atau ringkasan konsep-konsep dasar tentang apa yang dipelajari, dan hubungannya denagn materi yang telah ada dalam struktur kognitif siswa. Jika ditata dengan baik, Advance organizer akan memudahkan siswa mempelajari materi pelajaran yang baru, serta hubungannya dengan materi yang telah dipelajarinya.
Berdasarkan pada konsepsi organisasi kognitif seperti yang dikemukakan oleh Ausubel tersebut, dikembanagkanlah oleh para pakar teori kognitif suatu model yang lebih eksplisit yang disebut dengan schemata. Sebagai struktur organisasional, schemata berfungsi untuk mengintegrasikan unsure-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah, atau sebagai tempat untuk mengkaitkan pengetahuan baru.
Skemata memiliki funsi Asimilatif, artinya bahwa schemata berfungsi untuk mengasimilasikan pengetahuan baru ke dalam hirarkhi pengetahuan, yang secara progresif lebih rinci dan spesifik dalam struktur kignitif seseorang. Inilah proses belajar yang paling dasar yaitu mengasimilasikan pengetahuan baru ke dalam schemata yang tersusun secar hirarkhis. Struktur kognitif yang dimiliki individu menjadi factor utama yang mempengaruhi kebermaknaan dari perolehan pengetahuan baru. Dengan kata lain, skemata yag telah dimiliki oleh seseorang menjadi penentu utama terhadap pengetahuan apa yang akan dipelajari oleh orang tersebut. Oleh sebab itu maka diperlukan adanya upaya untuk mengorganisasi isi atau materi pelajaran serta penataan kondisi pembelajaran agar dapat memudahkan proses asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif orang yang belajar.
Berdasarkan konsepsi diatas Mayer (dalam Degeng, 1993) menggunakan pengurutan asimilatif untuk mengorganisasi pembelajaran, yaitu mulai dengan menyajian informasi-informasi yang sangat umum dan inklusif menuju ke informasi-informasi yang khusus dan spesifik. Penyajian informasi pada tingkat umum dapat berperan sebagai kerangka isi bagi informasi-informasi yang lebih rinci.
Reigeluth dan Stein (1983) mengatakan bahwa schemata dapat dimodifikasi oleh pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga menghasilkan makna baru. Anderson (1980) dan Tennyson (1989) mengatakan bahwa pengetahaun yang telah dimilki individu selanjutnya berfungsi sebagai dasar pengetahaun bagi masing-masing individu. Seakin besar jumlah dasar pengetahuan yang dimiliki seseorang, makin besar pula peluang yang dimiliki untuk memilih. Demikian pula, semakin baik cara penataan pengetahuan di dalam dasar pengetahuan, makin mudah pengetahuan tersebut ditelusuri dan dimunculkan kembali pada saat diperlukan.
Konsepsi dasar mengeani struktur kognitif inilah yang dijadikan landasan teoritik dalam menge,bangkan teori-teori pembelajaran. Beberapa pemikiran ke arah penataan isi bidang studi atau materi pelajaran sebagai strategi pengorganisasian isi pembelajaran yang berpijak pada teori kognitif, dikemukakan secara singkat sebagai berikut (Degeng,1989):
1) Hirarkhi belajar
2) Analisis tugas
3) Subsumptive sequence
4) Kurikulum spiral
5) Teori skema
6) Webteaching
7) Teori elaboras
e. Aplikasi teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran
Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan , agar belajar lebih bermakna bagi siswa, sedangkan kegiatan pembelajarannya mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut :
1) Siswa bukan sebagai orang dewasa yang muda dalam proses berpikirnya, mereka mengalami perkembnagan kognitif melalui tahap-tahap tertentu.
2) Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik, terutama jika menggunakan benda-benda konkrit .
3) Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
4) Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengalaman atau informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki si belajar.
5) Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.
6) Belajar memahami akan lebih bermakan dari pada belajar menghafal.
7) Adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan. Karena factor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.
Ketiga tokoh aliran di atas secara umum memiliki pandangan yang sama yaitu mementingkan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar. Menurut kdan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi denag baik. Sementara itu Bruner lebih banyak memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar sendiri melalui aktivitas menemukan (Discovery). Cara demikian akan mengarahkan siswa pada bentuk belajar induktif, yang menuntut banyak dilakukan pengulangan. Hal ini tercermin dari model kurikulum spiral yang di kemukakannya. Berbeda dengan Bruner, Ausubel lebih mementingkan struktur disiplin ilmu. Dalam proses belajar banyak menekankan pada cara berpikir deduktif. Hal ini tampak dari konsepsinya mengenai Advance Organizer sebagai kerangka konseptual tentang isi pelajaran yang akan dipelajari siswa.
Dari pemahaman diatas, maka langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh masing-masing tokoh tersebut berbeda. Secara garis besar langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irawan (2001) dapat digunakan langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah-langkah pembelajaran menurut Piaget:
1) Menentukan tujuan pembelajaran
2) Memilih materi pelajaran
3) Menentukan topic-topik yang daoat dipelajari siswa secara aktif
4) Menentukan kegiatan belajar yang sesuai untuk topic-topik tersebut
5) Mengembnagkan metode pembelajaran untuk merangsang kreatifitas dan cara berpikir Siswa
Langkah-langkah pembelajaran menurut Bruner:
1) Menentukan tujuan pembelajaran
2) Melakukan identifikasi karakteristik siswa
3) Memilih materi pelajaran
4) Menentukan topic-topik yang dipelajari siswa secara induktif
5) Mengembnagkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas, dan sebagainya ntuk dipelajari siswa
6) Mengatur topic-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkrit ke yang abstrak, atau dari tahap enactif, ikonik sampai ke simbolik.
7) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
Langakah-langkah pembelajaran menurut Ausubel:
1) Menetukan tujuan pembelajaran
2) Melakukan identifikasi karakteristik siswa
3) Memilih materi pelajaran sesuai dengan karakteristik siswa dan mengaturnya dalam bentuk konsep-konsep inti.
4) Menentukan topic-topik dan menampilkannya dalam bentuk Advance organizer yang akan dipelajari siswa
5) Mempelajari konsep-konsep inti tersebut, dan menerapkannya dalam bentuk nyata/konkrit.
6) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
2.3 Konsep Belajar ZPD (Zone of Proximal Development) dan Aplikasinya dalam Proses Pembelajaran
2.3.1 Zona Perkembangan Proksimal (Zone of Proximal Development/ZPD)
Konsep Zona Perkembangan Proksimal (zone of proximal development) dikemukakan oleh Lev Vygotsky. Menurutnya, perkembangan kemampuan seseorang dapat dibedakan ke dalam dua tingkat, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah secara mandiri. Ini disebut sebagai kemampuan intramental. Sedangkan tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika di bawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten. Ini disebut kemampuan intermental. Jarak antara keduanya, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial ini disebut zona perkembangan proksimal.
Zona perkembangan proksimal diartikan sebagai fungsi-fungsi atau kemampuan-kemampuan yang belum matang yang masih berada pada proses pematangan. Perkembangan ini akan menjadi matang melalui interaksinya dengan orang dewasa atau kolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten. Zona perkembangan proksimal dipandang sebagai perancah atau batu loncatan untuk mencapai taraf perkembangan yang semakin tinggi.
Gagasan Vygotsky tentang zona perkembangan proksimal ini mendasari perkembangan teori belajar dan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas dan mengoptimalkan perkembangan kognitif anak. Beberapa konsep kunci yangperlu dicatat adalah bahwa perkembangan dan belajar bersifat interdependen atau saling terkait, perkembangan kemampuan seseorang bersifat tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial, dan sebagai bentuk fundamental dalam belajar adalah partisipasi dalam kegiatan sosial.
Berpijak pada konsep zona perkembangan proksimal, maka sebelum kemampuan intramental terbentuk anak perlu dibantu dalam proses belajarnya. Orang dewasa dan/atau teman sebaya yang lebih kompeten perlu membantu dengan berbagai cara seperti memberikan contoh, feedback, menarik kesimpulan dan sebagainya dalam rangka perkembangan kemampuannya.
2.3.2 Aplikasi Konsep Zona Perkembangan Proksimal dalam Proses Pembelajaran
Pada setiap perencanaan dan implementasi pembelajaran perhatian guru harus dipusatkan kepada kelompok anak yang tidak dapat memecahkan masalah belajar sendiri. Yaitu mereka yang hanya dapat solve problem with help. Guru perlu menyediakan berbagai jenis dan tingkatan bantuan (helps) yang dapat memfasilitasi anak agar mereka dapat memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Bantuan-bantuan tersebut dapat dalam bentuk pemberian contoh-contoh, petunjuk atau pedoman mengerjakan, bagan/alur, langkah-langkah, atau prosedur melakukan tugas, pemberian balikan, dan sebagainya.
Bimbingan atau bantuan dari orang dewasa atau teman yang lebih kompeten sangat efektif untuk meningkatkan produktifitas belajar. Bantuan-bantuan tersebut tentunya harus sesuai dengan konteks sosio-kultural atau karakteristik anak.
Kelompok anak yang cannot solve problem meskipun telah diberikan berbagai bantuan, perlu diturunkan ke kelompok yang elbih rendah kesiapan belajarnya sehingga setelah diturunkan, mereka juga berada pada zone of proximal development nya sendiri, dan oleh karena itu mereka siap memanfaatkan bantuan yang disediakan. Sedangkan kelompok yang telah mampu menyelsaikan masalah secara mandiri harus ditingkatkan tuntutannya, sehingga tidak perlu membuang-buang waktu dengan tagihan belajar yang sama bagi kelompok anak yang ada dibawahnya.
BAB III
3.1 Kesimpulan
Psikologi belajar adalah sebuah disiplin psikologi yang berisi teori-teori psikologi mengenai belajar, terutama mengupas bagaimana cara individu beajar atau melakukan pembelajaran. Adapun teori-teori belajar yang kita kenal saat ini seperti teori belajar dintaranya Teori Belajar Behavior, Kognitif dan Zone of Proximal Development (ZPD.
Menuru teori behavior, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang telah dianggap belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Menurt teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau otput yang berupa respon.
Konsep belajar kognitif berbeda dengan konsep belajar behavior, konsep belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan anatra stimulus dan respon. Model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perceptual. Konsep ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu prosese internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan aspek-aspek kejiwaan lainnya.
Menurut Zona Perkembangan Proksimal (zone of proximal development), perkembangan kemampuan seseorang dapat dibedakan ke dalam dua tingkat, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Jarak antara keduanya, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial ini disebut zona perkembangan proksimal.
3.2 Saran
a. Untuk Guru, agar bisa menerakan teori belajar yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang sesuai.
b. Untuk Siswa, agar siswa mendapatkan cara belajar yang tepat.
c. Untuk Penulis, agar pengetahuan penulis semakin berkembang, terutama terkait konsep belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Budiningsih, Asri.2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : rineka Cipta
Greidler, Margaret E. 1992. Learning and Instruction : Theory Into Practice. New York: Mucmillan Publishing Compeny
Djamarah. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta
Internet